Selasa, 29 April 2014

MUSLIM

Terkadang kita lupa bahwa kewajiban menjalankan perintah dan meninggalkan larangan adalah semasa telah baligh. anak muslim ataupun anak non muslim di mata Islam adalah fitrah. Setelah baligh, inilah yang menjadi persoalan. Dari Abu Hurairah z berkata, Rasulullah n telah bersabda: “Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat darinya buntung (pada telinga)?” Hadits diriwayatkan oleh Al-Imam Malik t dalam Al-Muwaththa` (no. 507); Al-Imam Ahmad t dalam Musnad-nya (no. 8739); Al-Imam Al-Bukhari t dalam Kitabul Jana`iz (no. 1358, 1359, 1385), Kitabut Tafsir (no. 4775), Kitabul Qadar (no. 6599); Al-Imam Muslim t dalam Kitabul Qadar (no. 2658). Berkenaan hadits ... maka kedua orantuanyalah ..., kata di situ tertulis kata aba, bentuk jamak (plural) dari abun artinya bapak. Menurut Imam Nawawi aba di sini bermakna miliu (lingkungan). Sehingga suatu kewajaran ada sebuah kitab (ma'af saya terlupa akan hal ini) berkenaan syahadat bagi anak keturunan Islam, itu tidak perlu jika ia hidup dalam lingkungan sistem kekuasaan Islam. Yang jadi pertanyaan dan renungan adalah bagaimana sistem kita hidup dan bagaimana lingkungannya ? IKRAR Tentu kita sama-sama tahu, yang namanya iman salah satu komponennya adalah iqrar bil lisan, di iqrarkan dengan lisan. Bukan dengan hati (qalbun) sebab qalbun adalah tempatnya tashdiq (pembenaran) sebagaimana kata nabi tashdiqu bil qalbi. Sehubungan dengan iqrar maka berlakulah syarat dan rukun iqrar. Syarat iqrar salah satunya adalah baligh. Maka tidak heran ibadah apapun baligh menjadi suatu keharusan. Contoh haji, jika belum baligh ia naik haji tetap wajib haji jika telah baligh, karena haji di waktu kecil belum dianggap sebagai suatu nilai kewajiban. SYAHADAT ULANG Sebenarnya istilah syahadat ulang kurang tepat, sebab bagi orang yang sudah bersyahadat tidak perlu lagi bersyahadat ulang, kecuali sudah batal keislamannya atau sekedar memperbaharui iman. Karena dipahami sebagai syarat masuk Islam, maka ketersinggungan merasa dikafirkan itu yang dikedepankan. Syahadat adalah rukun Islam bukan syarat Islam Sering kita memahami syahadat adalah syarat Islam padahal syahadat adalah satu rukun Islam. Kalau dipahami syarat Islam tentu suatu kewajaran jika ada yang 'terkesan' di kafirkan. Tetapi jika kita memahami bahwa syahadat adalah rukun Islam tentu akan berbeda. Karena syarat dengan rukun memiliki perbedaan seperti wudhu dengan shalat. Sama seperti haji, haji adalah rukun Islam, dan sepanjang pengetahuan saya tidak ada yang belum menunaikan haji di kafirkan oleh yang sudah haji. Begitu juga bagi yang bersyahadat dengan yang belum bersyahadat, tidak ada pengkafiran terhadap yang belum bersyahadat khususnya bagi anak keturunan muslim. BERSYAHADAT DIRAHASIAKAN Mungkin kita lupa, begitu pentingnya syahadat di iqrarkan, pada saat paman Nabi Abdul Muthalib mau meninggal pun rasulullah memerlukan diucapkan kalimat tersebut. Kalau mau main rahasia-rahasiaan tentu sudah lama kita menganggap paman Nabi tersebut muslim juga melihat sepak terjangnya dalam membantu dan melindungi Rasulullah. Perhatikanlah kalimat Rasulullah, pada saat itu terhadap pamannya Lalu apakah benar sahabat yang yang dirahasiakan keIslamannya tidak bersyahadat dihadapan Rasulullah ? Coba lihat sejarah keislamannya Umar bin khathab setelah bersyahadat ia bersikap terang-terangan tidak seperti sahabat yang lain. Jadi kalau kita melihat kasusnya seperti ini jelaslah apa yang dimaksud terang dengan merahasiakan. "Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Rabbmu". Mereka menjawab: "Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb). atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Ilah sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang yang sesat dahulu 582?" (QS. Al A'raf 172-173) Kalau kita mau jujur persaksian di alam sebelum kita lahir itu siapa yang masih ingat ? Saya sudah banyak bertanya, siapa yang masih ingat persaksian tersebut, kenyataannya kita semua lengah ... Karena lengah itulah perlunya bersyahadat setelah baligh dimana akal dan hati sudah bisa diajak berpikir untuk komitmen dengan konsekuensi syahadatain atau menolak. BERSYAHADAT SAMAKAH DENGAN AKAD NIKAH ??? akad nikah, kata akad berasal dari kata aqod, sama dengan aqidah satu asal kata, aqoda - ya'qidu - aqidatan. Ikatan tali yang kuat. dan alat untuk mengikat tersebut itulah iqrar. Makanya proses bersyahadat, nikah, bai'at banyak persamaan dengan rukun iqrar. Coba bukalah bab iqrar kitab al-umm karya imam Syafe'i atau karya ulama-ulama lainya berkenaan iqrar, perhatikanlah persamaannya. KOMITMEN Syahadat merupakan perjanjian untuk berkomitmen memperjuangkan panji syahadah. Antara kedua pemahaman bersyahadat perlukah di iqrarkan atau tidak, perlukah ada saksi atau tidak. Pada dasarnya adalah komitmen. Jika tanpa perlu bersyahadat bagi anak muslim asal dia benar-benar komitmen terhadap islam tentu tak ada perbedaan dengan yang bersyahadat asal dia juga komitmen. Yang jadi masalah adalah membangun komitmen itu sendiri. Perlu atau tidak bersyahadat bagi anak keturunan muslim jika telah baligh ? Kita sudah dewasa untuk mengambil sikap mana yang terbaik, perlu bersyahadat atau tidak bagi anak keturunan muslim. Pokok yang paling penting, mari kita sama-sama berkomitmen dalam memperjuangkan Islam sampai tegak. "Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (Qs. At-Taubah : 24)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar